No.: 009/WAPENA/IX/17
Perlakuan diskriminatif dan keji yang dialami oleh kelompok etnis minoritas Rohingya di Myanmar yang telah berlangsung bertahun-tahun, kembali memuncak dalam sebulan terakhir ini. Ini diawali dari aksi militer Myanmar dalam menyikapi tewasnya sembilan anggota mereka, yang kemudian mereka lampiaskan kepada etnis Rohingya dengan dalih “pembersihan keamanan” sebagai balasan terhadap apa yang mereka sebut sebagai “aksi terorisme” yang mereka tuduh dilakukan oleh etnis Rohingya. Aksi “pembersihan keamanan” ini telah membuat terusirnya sekitar 30.000 warga etnis Rohingya – sebagian besar adalah wanita dan anak-anak — dari kampung halaman mereka di Arakan, Myanmar, mengungsi ke perbatasan Bangladesh. Gelombang pengungsian yang terakhir ini menambah jumlah total pengungsi Rohingya, yang kini melewati angka 100 ribu jiwa. Derita terbaru yang dialami etnis Rohingya menambah daftar perlakuan tidak manusiawi yang telah mereka tanggungkan selama bertahun-tahun, mulai dari pelecehan seksual yang dialami kaum wanita dan anak-anak, pembunuhan massal, pembakaran desa, tempat tinggal serta rumah ibadah, kekerasan terhadap anak dan balita, juga penembakan terhadap para pengungsi yang tengah berusaha mencapai daerah aman. Selain itu, etnis Rohingya juga tidak mendapatkan status kewarganegaraan dari pemerintah Myanmar kendati sejarah mencatat bahwa mereka telah berdiam di beberapa kawasan negeri Myanmar sejak abad ke-15.
Terkait dengan kejahatan kemanusiaan luar biasa apa yang tengah dialami etnis minoritas Rohingya di Myanmar ini, Warga Pengajian Austria (WAPENA) atau Der Indonesische Islamische Verein, sebagai salah satu organisasi resmi dan diakui di Austria dengan ini mengeluarkan pernyataan keprihatinan sebagai berikut:
1. Mengutuk keras kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer negara Myanmar dan sebagian penduduk etnis mayoritas terhadap etnis minoritas Rohingya di Myanmar, khususnya di Arakan.
2. Meminta Pemerintah RI cq Kementerian Luar Negeri RI agar mendesak Pemerintah Myanmar untuk menghentikan dengan segera segala bentuk kekerasan yang telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan terusirnya puluhan ribu etnis Rohingya – termasuk anak-anak, kaum wanita dan orang tua – yang terpaksa mengungsi ke negara-negara dalam beberapa tahun terakhir ini. Pada saat yang sama, juga mengimbau Pemerintah RI untuk melakukan pendekatan kepada negara-negara anggota ASEAN dan negara-negara sahabat lainnya agar mempertimbangkan langkah tegas terhadap Myanmar terkait dengan kejahatan hak asasi manusia yang dialami etnis Rohingya, terutama apabila tetap tidak terlihat adanya perkembangan positif yang nyata dalam beberapa minggu ke depan ini.
3. Menyambut baik dan mendukung penuh sejumlah langkah dan upaya yang sejauh ini telah ditempuh oleh Pemerintah RI dalam mencari jalan keluar terbaik terhadap tragedi dan krisis kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya. Pada saat yang sama juga mengimbau Pemerintah RI agar meneruskan kebijakan pintu terbuka untuk menampung warga etnis Rohingya yang berniat menjadikan Indonesia sebagai tempat pengungsian mereka, termasuk mempertimbangkan pemberian status kependudukan yang dianggap tepat kepada mereka.
4. Mengajak seluruh warga Indonesia yang bermukim di Austria untuk secara pro-aktif membantu etnis Rohingya dengan berbagai cara sesuai kemampuan, termasuk dengan cara memberikan sumbangan melalui lembaga-lembaga independen dan terpercaya yang ada di Austria, Eropa maupun di Indonesia sebagai bentuk rasa simpati terhadap tragedi kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya.
5. Menyerukan kepada Aung San Suu Kyi selaku penerima Nobel Perdamaian di tahun 1991 dan kini secara de-facto menjadi pemimpin tertinggi Myanmar, agar menunjukkan peran yang lebih tegas dan nyata – baik dalam kapasitasnya sebagai pemimpin politik, dan terutama sebagai pemimpin moral terkait dengan posisinya sebagai peraih Nobel Perdamaian — untuk mengecam dan sekaligus mencegah terulangnya kembali tindakan kekerasan yang dilakukan oleh negara dan warga etnis mayoritas di Myanmar terhadap etnis Rohingya. Langkah nyata ini termasuk juga pelaksanaan secara penuh dan sungguh-sungguh butir-butir rekomendasi yang termaktub dalam Laporan Akhir dari Komisi Penasihat yang dibentuk atas prakarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diketuai oleh mantan Sekretaris Jendral PBB Kofi Annan, yang diterbitkan Agustus 2017.
Demikian pernyataan sikap WAPENA yang disampaikan sebagai respon terhadap situasi mutakhir di Myanmar sebagai bentuk solidaritas atas nama kemanusiaan. Apa yang terjadi terhadap kelompok etnis minoritas Rohingya dapat berakibat pada porak-porandanya keharmonisan persaudaraan antarnegara dan antarmasyarakat ASEAN. Situasi mutakhir yang dialami etnis minoritas Rohingya saat ini juga dapat berujung pada munculnya aksi-aksi perlawanan fisik dan senjata terhadap Pemerintah atau militer Myanmar, imigran ilegal maupun perdagangan manusia secara liar, juga manusia perahu yang membanjiri kawasan sebagaimana sudah terjadi di perbatasan Myanmar-Bangladesh.
Semoga Allah SWT mengulurkan pertolongan-Nya dalam meringankan dan menyudahi penderitaan etnis Rohingya.
Wina, Austria, 5 September 2017 / 14 Dhulhijjah 1438 H
Atas nama Pengurus WAPENA
Andi Ahmad Junirsah
(Ketua)