Panduan Tata
Laksana Shalat Idul Fitri Saat Pandemi Covid-19
Idul
Fitri secara bahasa artinya: Hari raya untuk berbuka, yaitu kembali makan,
minum dan kebutuhan biologis lainnya, setelah menahan hal tersebut selama
sebulan lamanya. Secara filosofis dimaknai sebagai hari raya kemenangan,
kebahagiaan dan kesyukuran atas keberhasilan menjalankan amaliah ibadah
Ramadhan dalam beragam bentuknya, dengan sebaik-baiknya. Karenanya harus
berbuka (iftar: Fitr) dan diharamkan untuk berpuasa pada hari tersebut.
Allah
swt mengingatkan akan anugerah hari raya Idul Fitri kepada orang beriman,
dengan perintah memperbanyak takbir, tahmid dan tahlil sebagai wujud kesyukuran
atas hidayah dan bimbingan Allah swt sepanjang pelaksanaan ibadah agung di
Bulan Ramadhan,
وَلِتُكۡمِلُوا۟ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ
عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
“Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur”. (QS. Al-Baqarah: 185)
Para
ulama tafsir memahami makna ‘Dan mengagungkan Allah swt atas petunjukNya‘
sebagai perintah bertakbir di hari raya Idul Fitri, sejak terlihat atau
ditetapkan hilal 1 Syawwal hingga Imam memimpin shalat atau naik mimbar untuk
menyampaikan khutbah Idul Fitri.
Dalam
riwayat, Nabi saw mencontohkan dengan keluar rumah menuju lapangan kemudian
beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai shalat
selesai dijalankan. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir.
(HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf)
Sahabat
Rasulullah saw yang sangat ketat mengikuti semua perilaku dan perbuatan
Rasulullah saw juga meniru praktek Rasulullah saw. Dari Nafi: “Ibn Umar
bertakbir pada hari Idul Fitri ketika keluar rumah sampai tiba di lapangan. Beliau
tetap melanjutkan takbir hingga imam datang.” (HR. Al Faryabi dalam Ahkam al
Idain)
Demikian
juga seorang tabi’in, Muhammad bin Ibrahim menginformasikan tentang sahabatnya:
“Dahulu Abu Qatadah berangkat menuju lapangan pada hari raya Idul Fitri, kemudian
bertakbir. Beliau terus bertakbir sampai tiba di lapangan.” (Al Faryabi dalam
Ahkam al Idain)
Berdasarkan
panduan amaliah Rasulullah saw, sahabat dan tabi’in di atas, para ulama
menganjurkan untuk memperbanyak takbir mengagungkan Allah swt. Sehingga esensi
dari Idul Fitri adalah bertakbir mengagungkan Allah atas petunjukNya, serta
mensyukuri karuniaNya dalam bentuk makan, minum dan kebutuhan biologis lainnya,
sebagai pertanda berakhirnya puasa Ramadhan.
Takbir
yang biasa dijalankan oleh kita merujuk kepada contoh dari sahabat Abdullah bin
Mas’ud ra, dalam dua riwayatnya:
أ- اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
ب- اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،
اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
(Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam kitab
Al Mushannaf)
Allahu
akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
Laa
Ilaaha illallahu wallahu akbar
Allahu
akbar wa lillahil hamd
Namun
dalam rangka menguatkan semangat bertakbir dan kebersamaan syi’ar Idul Fitri,
Rasulullah saw menganjurkan untuk menunaikan shalat dua rakaat yang disebut
dengan nama hari tersebut, yaitu Shalat Idul Fitri.
Shalat
Idul Fitri disepakati hukumnya Sunnah Mu’akkadah, dalam arti sangat dianjurkan,
mengingat keagungan hari tersebut.
Tempat yang paling afdhol adalah lapangan, seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah saw atau masjid tempat berkumpul dan beribadahnya orang banyak.
Namun
dalam kondisi tertentu yang dikategorikan ‘Udzur Syar’i’ (Udzur yang dibenarkan
syariat), udzur yang di luar kemampuan manusia, seperti musibah, bencana dan
keadaan darurat lainnya, termasuk saat wabah pandemi Covid-19, maka shalat Idul
Fitri dapat dijalankan atau tidak dijalankan. Dapat pula dijalankan di rumah
bersama keluarga atau sendirian. Tata cara mendirikan shalat Id tidak berbeda
dengan shalat-shalat lainnya kecuali pada niat dan penambahan takbir zawaid
(takbir tambahan) tujuh kali pada raka’at pertama dan lima kali pada raka’at
kedua.
Tata
Cara Shalat Idul Fitri:
1.
Niat Shalat Idul Fitri
2.
Takbiratul Ihram
3.
Membaca Doa Iftitah
4.
Takbir (takbir zawa-id) sebanyak tujuh kali. Di antara setiap takbir, membaca
kalimat tasbih yakni:
سُبْحَانَ اللهِ وَالحَمْدُ لِلهِ وَلَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Subhanallahi
wal hamdulillahi wa laa ilaaha illallahu wallahu akbar
Artinya:
“Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada ilah kecuali Allah,
Allah Maha Besar.”
Bacaan
setelah setiap takbir ini tidak dibatasi dengan bacaan di atas saja.
5. Setelah akhir takbir ke
tujuh, membaca surat Al Fatihah
6.
Dilanjutkan dengan membaca surat lainnya (disunnahkan membaca surat Al-A’la)
Jika
seorang makmum, maka cukup menyimak surat lainnya yang dibacakan oleh imam.
7.
Ruku’ dengan thuma’ninah
8.
I’tidal dengan thuma’ninah
9.
Sujud dengan thuma’ninah
10.
Duduk di antara dua sujud dengan thuma’ninah
11.
Sujud kedua dengan tuma’ninah
12.
Bangkit dari sujud dan bertakbir
13.
Takbir (takbir zawa’id ) lagi sebanyak lima kali, di antara takbir membaca
kalimat tasbih seperti di atas kembali
14.
Membaca surat Al Fatihah
15.
Dilanjutkan dengan membaca surat lainnya (disunnahkan membaca surat
Al-Ghasyiyah)
Sama
seperti sebelumnya.
16.
Ruku’ dengan thuma’ninah
17.
I’tidal dengan tuma’ninah
18.
Sujud dengan thuma’ninah
19.
Duduk di antara dua sujud dengan thuma’ninah
20.
Sujud kedua dengan thuma’ninah
21.
Duduk tasyahud dengan thuma’ninah
22.
Salam
23.
Mendengarkan khutbah (Meskipun hukum mendengarkan khutbah itu sunnah)
Khutbah
Idul Fitri
Mayoritas
Ulama sepakat, hukum khutbah shalat Idul Fitri adalah sunnah. Karenanya,
pelaksanaannya adalah setelah shalat, berbeda dengan khutbah jum’at. Malah jika
dilakukan sebelum shalat Idul Fitri, maka tidak dianggap dan
mengulanginya setelah shalat. Kesunnahan khutbah tersebut berdasarkan riwayat
dari Ibnu Abbas ra:
شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ فَكُلُّهُمْ كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
“Aku
menghadiri shalat Id bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu
Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum. Semua mereka melakukan shalat
sebelum khutbah” [HR. Bukhari 963, Muslim 884 dan Ahmad 1/331 dan 346]
Ibnu
Umar juga meriwayatkan:
شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ فَكُلُّهُمْ كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
“Aku
menghadiri salat Id bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu
Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum. Semua mereka melakukan shalat
sebelum khutbah” [HR. Bukhari 963, Muslim 884 dan Ahmad 1/331 dan 346]
Disunnahkan
memulai khutbah dengan takbir, khutbah pertama bertakbir sembilan kali dan
khutbah kedua bertakbir sebanyak tujuh kali. Takbir tersebut bukan merupakan
inti dari khutbah namun hanya mukaddimah saja. Khutbah dianjurkan berisi
pembahasan mengenai keimanan, ketakwaan, amal shalih, khususnya dikaitkan
dengan kondisi kontemporer sebagai panduan dan nasihat untuk jama’ah shalat.
Menghadiri
dan mendengarkan khutbah Idul Fitri juga dihukumi sunnah, sesuai dengan hukum
khutbah itu sendiri. Pilihan tersebut berdasarkan riwayat Abdullah bin Sa’ib:
إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ
يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ
“Sesungguhnya
ketika kami akan berkhutbah, barangsiapa yang ingin tetap duduk untuk
mendengarkan maka duduklah dan siapa yang hendak pergi maka pergilah”.
Imam Ibnu Qayyim –rahimahullah– berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan bagi yang menghadiri salat Idul Fitri untuk tetap duduk mendengarkan khutbah atau keluar karena ada keperluan syar’i”. Dalam keadaan udzur syar’i berupa Covid-19, maka jika shalat Idul Fitri dijalankan di rumah dan sendirian, cukuplah tidak dilanjutkan khutbah. Namun jika di rumah dengan beberapa keluarga, maka disunnahkan untuk disampaikan khutbah Idul Fitri jika keadaan memungkinkan atau jika tidakpun tidak mengapa. Wallahu A’lam.
Silakan unduh versi pdf disini